Saya besok ujian akhir. Ujiannya lisan, dan saya benci banget ujian lisan.
Terakhir kali ikut ujian lisan itu sama Steve, guru Bahasa Inggris bule saya di SMA. But it didn't count since ujiannya nggak susah, cuma cerita doang dan Steve itu unyu, nggak mengintimidasi.
Ujian lisan yang beneran menyeramkan itu waktu sama guru Kimia di kelas sepuluh. Ceritanya kuis susulan atau perbaikan nilai saya lupa, yang jelas itu benar-benar pengalaman ujian paling nggak enak dan, well, memalukan.
Saya dulu bego banget Kimia. Jadi waktu dipanggil masuk buat ujian lisan, saya yang waktu itu gugup, merasa bego dan terintimidasi sama gurunya yang mengerikan akhirnya panik sendiri. Begitu dikasih pertanyaan saya nggak bisa jawab karena saya... asma mendadak.
Saya tiba-tiba sesak napas gitu, nggak bisa ngomong. Tapi, saya nggak sadar kalo saya nggak bisa napas. Gurunya bingung gitu terus saya disuruh tenang, jangan panik, dan selama jawab pertanyaan saya dibimbing gitu, mungkin dia kasian karena saya mengenaskan banget.
Begitu keluar ruangan itu rasanya kayak Lebaran bahagianya. Tapi begitu inget tadi sempat dengan noraknya sesak napas karena tegang, the happiness just floated away completely.
And that's the reason why that one scary teacher still remembered me all through high school years. I left quite an impression after all.
January 11, 2013
December 30, 2012
Makan
Kalau kita bicara soal anak kost pasti identik sama menu makanan yang seadanya. Uang bulanan yang nggak banyak sering berbanding terbalik sama pengeluaran yang nggak sedikit. Solusinya, supaya kebutuhan-kebutuhan semua bisa terpenuhi dengan seimbang, ada beberapa yang harus dikorbankan, salah satunya makanan.
Kalo dulu waktu SMA dan masih tinggal sama orang tua makan nggak pernah mikir, sekali hangout dan pergi makan bisa habis ratusan ribu, sekarang bisa makan pizza sebulan sekali aja udah mewah banget.
So far saya sih justru menikmati banget perubahan ini. Rasanya seru aja, jadi berasa mahasiswanya, jadi berasa 'merantau'nya. Biar cuma makan nasi padang cuma pake sayur+sambel+kuah atau nasi kucing tiga ribuan, ketika makannya bareng-bareng ditambah ngegosip, it is enough to satisfy both your physical and emotional needs, trust me.
Anyway.
Dulu saya anti banget beli streetfood. Takut nggak higenies-lah, takut pake plastik atau bahan kimia nggak sehat-lah, pokoknya paranoid sendiri. Tapi sejak mulai ngekos, dengan berbagai jajanan pinggir jalan yang memuncah-buncah di sekitar kost dan kampus, ada beberapa makanan dan jajanan yang menarik perhatian.
![]() |
Kerupuk Koin Pedas |
Buat saya, snack ini cemilan khas nggak resminya Jogja karena so far, saya nggak pernah liat di tempat lain. Kalo di sini, kayaknya hampir semua warung dan bahkan beberapa minimarket jual koin. Rasa kerupuknya sih standar, asin, tapi bubuk bumbunya itu lho, pedas tingkat naga. Makan beberapa aja bisa mules. Tapi, sama ceritanya seperti Maicih, karena enak jadi nagih dan ya makan terus aja. I love this snack, tiap belanja bulanan pasti jadi item wajib yang harus dibeli.
![]() |
Biting a.k.a Lidi |
Ini sebenarnya cemilan dari zaman SMA dulu. Teman-teman saya kayaknya tahu betapa saya addict banget sama lidi ini. Nama resminya sebenarnya biting, dan udah jadi cemilan sejuta umat ya kayaknya. Nggak ada perbedaan yang signifikan sih antara biting zaman SMA dan biting di sini, cuma seneng aja setiap beli jadi kayak reliving the past gitu :D
![]() |
Cireng |
Pertama kali makan cireng itu waktu study tour SMP ke Bandung. Belinya waktu itu bareng-bareng di Dago, cireng versi modern, ada isinya, dan enak banget. Sekarang kalo beli cireng biasanya di SunMor, versi klasik yang tanpa isi, just as good.
![]() |
Singkong Keju |
Dulu, bayangan saya singkong keju itu singkong yang ditengahnya diisi keju terus digoreng. Makanya, waktu pertama kali makan saya bingung, pas dikunyah kok nggak ada rasa-rasa kejunya. Ternyata, maksudnya singkong keju itu singkong yang asin dan lembut, mirip keju o_O. Enak sih, but still, tiap makan suka nggak sadar diemut-emut dulu gitu, mencari-cari 'keju'nya. Iya, bego banget.
![]() |
Sambal Bawang |
Entah cuma saya atau emang dulu di Palembang saya jarang banget makan dan dapet sambelnya sambal bawang. Tapi di sini kayaknya semua-mua pake sambal bawang. I'm not complaining, though. I love sambal bawang! Kayaknya tuh semua lauk berasa enak aja kalo makannya pake sambal ini.
![]() |
Terong dan Jamur Goreng |
Dua ini adalah lauk andalan ketika makan di luar dan uang sudah tipis. Murah tapi edible. Toh selama masih pake nasi, tetap bisa kenyang juga biar lauknya bukan ayam atau daging. Karena, believe me, daging adalah lauk yang sangat mewah buat anak kost.
![]() |
Roti Prata |
Ini nggak termasuk streetfood sih, but merely one of many instant food that I bought to fill in my need for food. Roti prata merk ini enak banget, highly recommended. Masaknya juga gampang banget, tinggal di fry-pan bentar.
Canai Susu |
Ini sebenarnya makanan yang simple banget, cuma roti canai, yang kalo biasanya dimakan pake kari, ini dikasih susu kental manis putih. Tapi somehow banyak banget yang nagih, termasuk saya. Lumayan mengeyangkan juga buat ukuran snack.
December 25, 2012
Things I Learned, So Far
Friends are everything
Ketika kita jauh dari rumah, dari keluarga and their undying love and care, ketika kita sendiri di tempat yang asing, punya teman-teman yang luar biasa baik mampu membuat semua lebih mudah dijalani. Mereka membuat setumpuk tugas dan deadline, segambreng kegiatan dan event, serta dosen-dosen menyebalkan dan kelas yang bikin ngantuk, worth it. Kadang niat aja nggak cukup. Kadang, tujuan dan cita-cita yang digantung sedemikian tinggi terasa sulit dijangkau. Mereka adalah yang akan membantumu berdiri. Menopangmu sedikit demi sedikit sampai kau cukup kuat untuk meraihnya sendiri. Tapi ketika lompatanmu gagal, mereka tetap ada. They're going to catch you, no matter how fucked up you are. They will be there, asking nothing in return. And I've found them, the good friends. Meski kadang mereka sangat-sangat 'sakit' dan punya kecintaan berlebihan terhadap film-film India (blerghhh..) yang nggak kenal waktu dan tempat, they'are still amazing. And I thank anyone Up there for giving me them.
Never, ever, judge someone by their look, their attitude in public, or their social media account
Seorang teman sangat talkative di socmed, selalu muncul, selalu online, dan semua tau dia. But in real life, dia amat sangat menyebalkan dan invisible. Seorang lagi, perawakannya mirip anak SD, kurus, mungil, dengan gaya berpakaian yang sama sekali nggak kelihata mahasiswa-mahasiswanya. Ketika diajak bicara, ternyata dia begitu kritis dan tahu begitu banyak. Bacaannya buku politik, biografi, sastra dan puisi. Dan dia suka banyak lagu-lagu jadul yang juga saya suka, which in my view, a huge point. Seorang teman yang lain sangat aktif dan seorang public speaker yang baik. Setiap dia bicara di forum, saya selalu terkagum-kagum dengan kosa kata dan cara bicaranya yang 'pintar'. Tapi, ketika dia bicara dengan hebatnya tentang satu topik yang saya kuasai dan dia, notabene, tidak, saya bisa lihat betapa dia sebenarnya cuma membacot. Orang yang benar-benar pintar seharusnya tahu kapan ia harus bicara, dan kapan ia harus tutup mulut, and that is when I lost my respect. Seorang teman lagi, justru kebalikannya. Pendiam, jarang aktif di forum. Kemudian, sebuah kebetulan membawa saya pada fakta bahwa nilai essay penugasannya adalah: 4; 3,75; 3,5. Seorang lagi, adalah mahasiswa eksis. Bajunya bagus, modis, mantannya banyak, mukanya judes, tipikal tokoh antagonis di sinetron-sinetron. Tapi ternyata, dia berangkat dari keluarga yang tidak utuh. Orangnya sendiri, begitu kenal lebih jauh, sebenarnya baik dan smart banget. I learned so much from my encounter with these new people, hopefully those experience will serve me to be wiser.
There's no such thing as 'pushing yourself too hard
Life only feels hard when you go soft on yourself. Ketika ketika menghabiskan diri membuang-bunag waktu mengasihani diri sendiri, memajakan diri dengan excuse-excuse yang kita buat sendiri, we became weak. And thus, we became powerless in the face of life and its problem. Teman saya adalah mahasiswa karier. Dia aktif di segambreng kegiatan dan organisasi, baik akademik maupun seni, dia punya absensi yang hampir semua full, bukan karena titip absen (yang notabene nggak bisa dilakukan lagi dikampus saya, no thanks to the fingerprint method) tapi karena memang datang terus. Dan dia baik-baik saja. Semua orang, termasuk saya, bilang suatu saat dia akan snap sendiri karena bebannya terlalu banyak dan dia akan ambruk. But so far, she's doing fine. Because she steeled herself, she brace herself for whatever tomorrow brings. Saya? Jadwal tidur yang nggak teratur dan makanan yang nggak sehat bikin saya, saat ini, merana sendiri karena sakit. I am weak, saya belum punya niat dan mental sebaja teman saya tadi. Tapi saya berusaha kok, meski baru langkah kecil sedikit-sedikit dan sepele.
Sulit, tapi Bapak secara nggak langsung bikin saya kuat. Dia sibuk, dia sering nggak punya waktu untuk saya bahkan ketika kita masih tinggal serumah. Kalau teman-teman saya cerita mereka sedih ketika dua hari nggak ditelepon rumah, saya hampir dua minggu nggak dihubungi Bapak. Ketika teman-teman saya sakit dan mereka ngadu, saya cuma sms Bapak ketika penyakit saya kemarin sudah parah dan saya nggak tahu lagi mau berobat ke mana. Ketika di waktu-waktu langka saya ditelepon agak lama sama Bapak dan saya cerita tentang masalah saya, respon Bapak selalu ringan dan seolah menggampangkan.
Dulu, saya merasa semua karena Bapak nggak peduli, karena Bapak nggak mau tahu. Tapi saya sekarang lebih dewasa. Saya bisa lihat, bahwa semua itu Bapak lakukan justru karena dia sayang saya.
Dia nggak merasa perlu menghubungi saya setiap hari karena dia percaya saya baik-baik saja dan saya bisa jaga diri. Bapak percaya saya bisa jaga kesehatan, dan ketika saya sakit, Bapak tahu saya pasti bisa mengurus diri sendiri. Ketika saya cerita dan Bapak cuma menanggapi seadanya, Bapak mau melatih saya supaya tidak gampang mengeluh. Bapak tidak memperlakukan saya seperti anak kecil yang rapuh dan perlu dimanja karena dia percaya saya sudah dewasa dan mampu berdiri sendiri. And for these I am grateful.
December 24, 2012
December 23, 2012
November 5, 2012
Babbling
Siapapun yang bilang kalo kuliah itu lebih santai pasti nggak pernah ngerasain enaknya SMA. Saya sekarang lagi UTS, dua minggu untuk delapan makul yang sebenarnya jadwalnya longgar tapi belajarnya ampun-ampunan. Perbandingannya waktu SMA, dengan jadwal UTS yang juga dua minggu dan full setiap hari untuk mata pelajaran sepuluh, dan saya masih sempet-sempetnya main The Sims sampai pagi buta.
Saya nggak ngerti apa emang jurusan saya yang kuliahnya susah, kapasitas kepala yang terlalu terbatass, atau karena masih maba yang butuh penyesuaian aja makanya sampai sekarang masih kelabakan ngikutin ritme belajar kuliah yang hectic banget.
Kalo nggak UTS pun, tugas-tugas selalu ada setiap minggu dan bikin serba salah, mau dikerjain bingung, mau ditinggal main malah jadi beban. Itu semua belum ditambah tugas tambahan karena ikut kegiatan-kegiatan ekstra. Niatnya mau belajar berorganisasi dan segala macemnya itu, tapi kenyataannya malah sebel sendiri karena ada yang bossy. I mean, seriously. Kesel nggak sih ketika dikasih satu group task tapi kita yang di rongrong buat tanggung jawab sendirian? Dikasih kerjaan yang nggak jelas detailnya tapi deadline nggak manusiawi? Rasanya kayak mau langsung ngedatengin dan maki-maki.
Anyway, lebaran kemarin Babe tinggal tiga hari di sini, lumayan banget akhirnya ketemu lagi dan bisa memperbaiki kualitas hidup. Akhirnya bisa keluar dari kamar kosan yang super sempit dan libur makan ngirit-ngirit.
Saya cerita juga ke dia kemarin sempet jalan ke pusat kerajinan kulit dan kepikiran buat jualan custom made leather bag gitu. Ceritanya cuma sambil lalu aja sebenernya, tapi ternyata dianggap serius sama Babe. Dua minggu setelah lebaran saya dikirimin modal, buat belajar jualan katanya. It successfully scared me. Untuk memenuhi ekspektasi yang sebesar itu, saya nggak yakin bisa. Dulu emang sempet kepikiran mau bikin-bikin scrapbook, since the market is good and I do enjoy making it. Tapi dengan jadwal kuliah yang masih kacau gini, saya nggak yakin bisa bagi waktu dengan baik. It seems like I worry too much now, don't I? But it is a big choice to make. Bukan sekedar jualan onigiri yang modal dan skalanya nggak seberapa lagi. Orang bilang respect itu nggak bisa diminta, tapi diperoleh lewat pembuktian. Tapi ketika pembuktian itu ditujukkan ke orang tua, saya takut sendiri. I do not want to fail him more than I've already had.
On a lighter note, akhirnya saya bisa karaoke lagi setelah sekian lama. Akhirnya bisa nyanyi teriak-teriak lagi dan ketawa-ketawa sampai jelek. Biarpun agak pusing karena playlist kemarin dibanjiri lagu India dan pulang karaoke dapet kabar yang nggak enak, it was so effin fantastic!
Saya nggak ngerti apa emang jurusan saya yang kuliahnya susah, kapasitas kepala yang terlalu terbatass, atau karena masih maba yang butuh penyesuaian aja makanya sampai sekarang masih kelabakan ngikutin ritme belajar kuliah yang hectic banget.
Kalo nggak UTS pun, tugas-tugas selalu ada setiap minggu dan bikin serba salah, mau dikerjain bingung, mau ditinggal main malah jadi beban. Itu semua belum ditambah tugas tambahan karena ikut kegiatan-kegiatan ekstra. Niatnya mau belajar berorganisasi dan segala macemnya itu, tapi kenyataannya malah sebel sendiri karena ada yang bossy. I mean, seriously. Kesel nggak sih ketika dikasih satu group task tapi kita yang di rongrong buat tanggung jawab sendirian? Dikasih kerjaan yang nggak jelas detailnya tapi deadline nggak manusiawi? Rasanya kayak mau langsung ngedatengin dan maki-maki.
Anyway, lebaran kemarin Babe tinggal tiga hari di sini, lumayan banget akhirnya ketemu lagi dan bisa memperbaiki kualitas hidup. Akhirnya bisa keluar dari kamar kosan yang super sempit dan libur makan ngirit-ngirit.
Saya cerita juga ke dia kemarin sempet jalan ke pusat kerajinan kulit dan kepikiran buat jualan custom made leather bag gitu. Ceritanya cuma sambil lalu aja sebenernya, tapi ternyata dianggap serius sama Babe. Dua minggu setelah lebaran saya dikirimin modal, buat belajar jualan katanya. It successfully scared me. Untuk memenuhi ekspektasi yang sebesar itu, saya nggak yakin bisa. Dulu emang sempet kepikiran mau bikin-bikin scrapbook, since the market is good and I do enjoy making it. Tapi dengan jadwal kuliah yang masih kacau gini, saya nggak yakin bisa bagi waktu dengan baik. It seems like I worry too much now, don't I? But it is a big choice to make. Bukan sekedar jualan onigiri yang modal dan skalanya nggak seberapa lagi. Orang bilang respect itu nggak bisa diminta, tapi diperoleh lewat pembuktian. Tapi ketika pembuktian itu ditujukkan ke orang tua, saya takut sendiri. I do not want to fail him more than I've already had.
On a lighter note, akhirnya saya bisa karaoke lagi setelah sekian lama. Akhirnya bisa nyanyi teriak-teriak lagi dan ketawa-ketawa sampai jelek. Biarpun agak pusing karena playlist kemarin dibanjiri lagu India dan pulang karaoke dapet kabar yang nggak enak, it was so effin fantastic!
November 1, 2012
Gagal Lari
Jadi ceritanya saya lagi males berat sama segala sesuatu yang berbau India. Tanpa bermaksud mendiskreditkan atau rasis, saya sedang anti-antinya sama apapun yang berasal dari negara ini. Ya filmnya, ya lagunya, ya makanannya, semua. Masalahnya saya punya problem akademik yang lumayan menyebalkan dan menyita waktu terkait negara Bollywood ini.
Semesta seringkali tidak adil. Ketika kita berusaha lari dari sesuatu, ia justru mempertemukan kita dengan hal-hal yang kita hindari. Di posisi di mana saya sedang berusaha menghindari segala macam kontak, saya justru seolah dibombardir segala sesuatu yang berhubungan dengan India. Dari mulai sesi karaoke yang berhamburan lagu India, booming singkat dan mendadaknya roti cane di kelas, sampai acara TV yang tiba-tiba muncul dengan tema India.
Ini benar-benar lelucon besar yang amat sangat tidak lucu. Saya mangkel.
Semesta seringkali tidak adil. Ketika kita berusaha lari dari sesuatu, ia justru mempertemukan kita dengan hal-hal yang kita hindari. Di posisi di mana saya sedang berusaha menghindari segala macam kontak, saya justru seolah dibombardir segala sesuatu yang berhubungan dengan India. Dari mulai sesi karaoke yang berhamburan lagu India, booming singkat dan mendadaknya roti cane di kelas, sampai acara TV yang tiba-tiba muncul dengan tema India.
Ini benar-benar lelucon besar yang amat sangat tidak lucu. Saya mangkel.
Subscribe to:
Posts (Atom)