September 26, 2012

Life, So Far.

Things aren't going really well. It's not that I'm being ungrateful, but these are so different from how I thought it will be.
There's no time to breathe. There's no time to sit back and relax, and say I'm free. There's too many events I couldn't keep up with.
I always feel like I'm not good enough, or smart enough, compared with others. I used to prided myself on my writing skill, but now I suffered, even for a simple task as creating a question.
I am weak. Lived in a community with a high standard of life spoiled me. I have never been a good saver, always spending too much on trivial things.
I can't go anywhere I want freely, I need to depend to someone else, and it bothers me.
I found people that I can relate too, who has the same taste, same interest. But it is so hard to get into a 'close circle'. So here I am, stuck with those whom I don't understand. They are different, they're those whom I wouldn't usually hang out with. I'm not being mean, but we just don't have the same rhythm.
People can be really annoying sometimes. They're arrogant, they underestimated, they always talk but they never listen, they're slow and undependable.
Trivial things annoyed me real bad. Slow internet connection, room that didn't cleaned properly, dirty laundry, and other things that I don't usually had to worry about.
I miss my father, but he's so goddamn busy he barely even called. It's been too long since the last time I saw him. Even when I spent a short time at our hometown, he was home only for what? A week? I do understand that he has a lot of things to do right now. But is it so hard to spend just one day, one night, to visit me here?
I am here for Her. I never knew what She wanted me to be. And here I am, hoping that going into the same place as She was, will be enough to make Her proud. But I'm struggling here. There are some place here who holds a lot of memories of the happiness I don't own anymore, and going there always left me emotionally drained.


I fear the future. I fear the time when I will be left alone here, with no one to share daily stories with, no one to accompany in lonely nights, no one to eat together with, no one to make this strange place feels like home.

Up until now, I haven't found anyone I want to take pictures with.
There's no one worth the memories yet.
Will there ever be?

I beg you, please stay.

September 16, 2012

Too Many

There are too many strangers
Feel like I can't even breath without being judged
There are too many strangers
While the close one is too far to reach
There are too many strangers
And this is a completely different place, different life

There are too many strangers
They are everywhere
 
I am suffocating


August 3, 2012

When You're Alone...

When you're alone and not in your comfort zone anymore, 
you'll realize you are not as strong as you think you are.

---------------------------------------------------------------------

Saya bicara berdasarkan pengalaman pribadi. Setelah sebulan kemarin untuk pertama kalinya tinggal sendiri, jauh dari orang tua dan kenyamanan, akhirnya ngerasain sendiri betapa susahnya untuk belajar mandiri.

Beberapa hari pertama semua masih fine-fine aja. Saya masih excited banget akhirnya bisa ngekost sendiri, me-manage hidup sendiri, nggak diatur-atur lagi, sepenuhnya bebas. Saya bisa tidur jam tiga pagi, bangun jam dua sore, nyobain makanan-makanan aneh seenaknya, dan keluyuran sampai malam tanpa ada yang ngomelin. It was paradise, and I am happy.

Seminggu kemudian, mulai jenuh juga sendirian terus. Pergi ke mana-mana sendirian, setiap hari harus pergi untuk sekedar cari makan, keuangan harus diatur bener-bener biar akhir bulan masih bisa hidup layak, setiap hari ketemu orang-orang baru dan harus mulai basa-basi dan kenalan dari awal lagi, begitu pulang ke kost bukan disambut orang malah ditunggu cucian yang numpuk. Rasanya merana banget apa-apa harus sendiri.

Klimaksnya sih biasanya pas satnite. Semua serba salah, mau pergi jalan sendirian kok kayaknya bakal mati gaya karena di mana-mana orang ada temennya semua. Mau di kost aja kok berasa miris banget hari Sabtu gini cuma duduk di kamar makan nasi bungkus. Mau chat atau telepon orang kok lagi pada pergi semua nggak ada yang available. Intinya merana total pokoknya.

Yang lebih susah lagi kalo kita tiba-tiba sakit. Entah sekedar flu, batuk, demam, diare, atau sampai tifus dan DBD, yang namanya sakit itu nggak enak. Sakit dan sendirian, itu sejuta kali lipat lebih nggak enak. Kebayang nggak, yang biasanya kalo kita sakit di rumah disayang-sayang, diurusin, dianterin ke dokter, sekarang buat makan aja harus usaha sendiri. Nggak peduli mata kunang-kunang, kepala seberat gajah, dan badan menggigil, kalau mau makan ya harus keluar cari sendiri. Mau beli obat pun gitu, butuh perjuangan dulu.

Akhirnya, kita bakal mulai mikir, ternyata untuk mandiri itu nggak gampang. Hidup sendiri, jauh dari keluarga, itu nggak melulu tentang bebas keluyuran, bebas pulang malam, bebas ngapa-ngapain. Hidup sendiri itu juga belajar tanggung jawab, belajar susah, belajar ngurus diri sendiri. It's true that there's no one will tell you what to do anymore. But there's also no one there to care for you like your parents do. Then, you'll start to miss everything. Mulai homesick, mulai pengen pulang, mulai kangen diomelin lagi sama orang tua, mulai rutin minta ditelepon setiap hari, mulai kangen temen-temen yang lama, bahkan mungkin mulai nangis sendirian meratapi nasib. You'll realize, you are not that strong after all.

Tapi, setelah fase-fase galau itu lewat, biasanya kita bakal mulai mikir. Kita nggak bisa selamanya seperti ini. You're an adult now. You're on your own, and you are responsible for your own life. Nggak bisa selamanya mengandalkan orang lain, nggak bisa selamanya bergantung sama orang lain, nggak bisa selamanya menyalahkan keadaan. Being strong, or not, is a matter of choice. Either you choose to sit down and sulk, or steel yourself for whatever life might throw at you. Sesekali nangis sih wajar kok, selama masih ingat untuk berdiri lagi.

Karena kita masih punya janji-janji untuk dipenuhi. Dan masih ada orang-orang yang harus dibuat bangga.

-------------------------------------------------------------------------------------------------
 
You'll be alright, dear. You'll be fine. You'll survive, and you always will. It is hard now, I know. But this is just the beginning, right? It gets better, deary, you know it will. You are not alone, you know that. I'm all ears, you know you just have to ask.

August 2, 2012

No, Not A Good Start

Saya udah bilang belum saya sekarang udah kuliah? Well, belum resmi mulai kuliah sebenarnya, masih mahasiswa baru yang menunggu ospek. But still, sekarang saya udah mahasiswa. Time flies by so fast, huh?

Anyway, mulai kuliah berarti lingkungan baru, orang-orang yang baru, awal yang baru. Antara excited dan anxious juga sebenarnya. Memulai dari awal lagi itu nggak mudah. Kenalan lagi, basa-basi lagi, membuka diri lagi, beradaptasi lagi dengan hal-hal baru. Yes, it is exciting, but sometimes it can be tiresome too, don't you think?

Yang paling berat buat saya adalah pergi. Jalur pendaftaran saya mengharuskan saya ikut proses orientasi satu bulan di universitas. Which means, saya harus stay satu bulan di kota yang baru, tinggal sendiri, dan me-manage diri sendiri. Awalnya saya pikir bakal enjoy, bakal seru, karena saya emang semangat banget mau jadi anak kos. Tapi, setelah dijalani ternyata emang nggak semudah yang dibayangkan.

Kepindahan saya yang mendadak memang bikin preparation saya nggak komplit. Saya masih belum lancar nyetir, belum lancar nyuci baju (yes, saya nggak pernah cuci baju seumur hidup saya sebelumnya, how pathetic huh), belum sempat menyelesaikan art project saya, belum ngapalin jalan, belum sempat beli ini-itu buat kebutuhan hidup di sana, dan segala macam 'belum-belum' lainnya.
Tapi yang paling nyebelin, adalah karena saya pergi di waktu yang nggak tepat. Ketika saya berangkat, temen-temen saya yang merantau les di luar kota baru pada pulang. Tapi, begitu giliran saya yang akhirnya pulang, mereka justru sudah harus pindah ke kota masing-masing, dan saya cuma punya waktu satu-dua hari untuk ketemu. It sucks, seriously. Saya dongkol bukan main dan cuma bisa mewek sendirian. Satu bulan waktu saya kebuang sia-sia, untuk program yang sebenarnya sekedar formalitas dan nggak terlalu bermanfaat ini. Sementara kalo saya di rumah, ada begitu banyak, b a n y a k, kegiatan yang lebih produktif yang bisa saya lakukan. Saya nggak bisa cukup ngegambarin betapa marah dan helpless-nya saya waktu tahu saya nggak bisa ketemu satu sahabat saya lagi karena selesainya program saya barengan sama waktu dia pindah ke luar kota.

Saya sampai sempat mempertanyakan, bener nggak sih saya milih untuk kuliah di sini. Kayaknya semua orang yang saya kenal bakal satu universitas atau satu kota sama sahabat-sahabatnya. Mereka bakal ketemu lagi, mereka nggak sendiri. Saya? Saya di sini cuma berdua, kemungkinan bakal jadi sendiri kalau temen saya jadi pindah tahun depan. Siap nggak sih saya bener-bener mulai dari awal lagi, tanpa bergantung sama orang lain? Saya udah ngerasain gimana susahnya harus mulai sendirian tanpa punya siapa-siapa, dan itu nggak mudah. Dan sekarang, saya sudah memulai dengan banyak rasa nggak suka ke lingkungan yang baru ini. And someting with a bad start usually have an ugly ending, isn't it?

Satu sahabat saya pernah dateng ke kota saya yang baru. Cuma sebentar memang, dan kita cuma punya satu hari untuk ketemu. But that was the happiest moment I've had in a month. Bukan karena jalan-jalannya, bukan karena nonton filmnya, but the familiarIty, the feeling of coming home. Setelah berhari-hari dihabiskan dengan orang-orang baru, bisa bertemu lagi dengan seseorang yang dekat, yang familiar, yang punya ritme yang sama, yang bisa ngobrol dan mentertawakan hal yang sama, that was the best gift the universe has given me. Dan saya nggak bisa bayangin kehilangan semua itu.

Tapi, setelah dipikir-pikir that is how life is, right? It sucks sometimes, it is not all sunshine and sweet things. Sometimes you've got to taste the bitterness of the universe, and it is always hard to walk alone. Hidup nggak selalu berjalan sesuai yang kita mau, dan ketika takdir membawa kita ke jalan yang salah, kita nggak selalu bisa putar balik. Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah jalan terus. Mungkin akan jatuh, mungkin akan luka, dan tidak kembali tanpa cacat. Tapi setiap langkah yang kita jalani itu, mudah-mudahan punya arti. Mudah-mudahan semesta melihat, dan memberi balasan yang pantas.

July 26, 2012

Oh. Wow

It hurts a little. You see, you wasn't even there when it was my day. Some stupid reason of family matters bullshit. And after months has passed, I got nothing return. And what did you do to them? All that glorious things and efforts, while you left me nothing. It hurts. A lot.

And here I thought you're better than that. And here I am crying over you, spending so much time and so much efforts for you.

The glass is not half full anymore.
It's empty. And broken.

July 18, 2012

My Dearest

I am sorry that everything didn't go as we planned. I am sorry I wasn't there for you. I am sorry I couldn't do anything to make it better. Those (hopefully) comforting words, those endless 'how's, those seemingly annoying chats, that's all I have to show you that I care. I am sorry for your tears, but you've done so well and you've tried so hard. There's no need to be so hard on yourself.

I'm being overly dramatic here. But damn you had no idea how worried I was. I was helpless, and it pained me. This is hard, I know. But, please be strong. There will be light at the end of the tunnels, you just need to walk a little further.

Then you'll be alright. I'm sure you will.
Because all is well.

May 19, 2012

It's Just a Little Shit Talking, Nothing Important

One day after my prom, I went for a one-night-and-two-days trip to Lampung. With my father. By train. It was an okay trip I guess, considering I was so gloomy back then, with prom, graduation, my friends went away one by one, and all that stuff. The trip was proven to be good to me. It gave me time to put my thoughts and feelings in order.

I was on my way to a beach when I saw a local man riding his bike carrying two cages of birds. Supir kita bilang burung itu ditangkap dari hutan di sekitar pantai, nantinya untuk dibawa ke kota, dijual. Bapak saya bilang burung seharusnya dibiarkan terbang bebas, bukan dikurung dalam sangkar. Dia cerita gimana koleganya yang pelihara burung pasang jaring-jaring pembatas, seperti yang biasa kita lihat di kebun binatang, di halaman rumahnya, supaya burung-burung peliharaanya bisa terbang bebas. It sounds like a good idea, huh. Tapi bukankah itu cuma sangkar yang sedikit lebih besar? Dia cuma memberi burung-burung itu lahan yang lebih luas untuk terbang, membuat mereka berputar-putar di tempat yang sama lalu menyebunya kebebasan.

Menurut saya kita, manusia, selalu punya tendensi untuk memiliki, mengklaim sesuatu. Mungkin karena kita makhluk-makhluk kecil di dunia yang terlalu besar dan membutuhkan sesuatu untuk meyakinkan diri bahwa kita superior. Bahwa meskipun kita tidak selalu bisa mengatur segala hal, kita bisa memiliki apa yang bisa dimiliki. Dari binatang peliharaan, uang, pakaian, rumah, pasangan, hingga kepercayaan. Kita punya begitu banyak alat untuk menunjang eksistensi kita di dunia, mengklaim segala sesuatunya, sehingga kita lama lupa bahwa kita lahir tanpa punya apa-apa. Kita lupa semua yang kita punya tidak selamanya ada. Dan ketika kita dilucuti dari semua itu, kita pincang.

Berapa banyak politisi yang jadi gila ketika gagal punya jabatan dan jadi kaya? Berapa banyak perempuan yang bunuh diri karena lelakinya lari entah ke dunia bagian mana? Berapa banyak pemuka agama yang ngamuk ketika kepercayaannya dipertanyakan? Berapa banyak keluarga yang tidak lagi bersama karena ribut masalah harta? Kita berpegang pada hal-hal yang kita punya kuat-kuat, mempertahankannya sepenuh hati, tapi untuk apa ketika nantinya semua itu pun tidak bertahan selamanya?

Mungkin kita mencari sesuatu untuk dimiliki, untuk dijadikan pegangan. Alasan. Sesuatu yang kita lindungi, yang dijaga dan dipertahankan. Mencari kegiatan, supaya tidak jadi seonggok daging dan tulang ngalor-ngidul di muka bumi tanpa punya apa-apa, tanpa tahu mau ngapain.

Saya nggak tahu inti dari postingan ini apa. Saya juga nggak tahu dari tadi saya ngomong apa. Semua ini cuma ocehan abal-abal bocah ingusan yang sebal melihat burung dalam sangkar. Jangan dianggap serius. Saya cuma membual.